Pelayanan Prima Dalam Perspektif Islam

eXCELLENT SERVICEAkhir-akhir ini kita acap kali mendengar konsep pelayanan prima yang diterapkan diberbagai sektor dan bidang kehidupan, tujuannya tidak lain adalah untuk menggapai target “Pelayanan Terbaik” (Excellent service). Hal ini dikarenakan “Pelayanan Terbaik” menjadi kunci eksistensi sebuah instansi. Prinsip pelayanan prima adalah A3, 1. Attitude (sikap) yang benar, 2. Attention (perhatian) yang tidak terbagi dan 3. Action (tindakan), jika ketiganya dijalankan dengan baik maka pelayanan terbaik akan diraih.

Berbagai pelatihan dan kegiatan diagendakan untuk merumuskan jurus ampuh demi mewujudkan kepuasan konsumen yang merupakan tujuan diciptakannya konsep “Pelayanan Prima”. Namun hal teraneh yang “tidak disadari” oleh sebagian umat Islam Indonesia adalah keengganan mereka untuk menoleh kepada ajaran-ajaran agamanya sebelum mereka mengimpor konsep dari luar Islam. Mereka tidak berusaha mencari apakah Islam mengajarkan konsep-konsep layanan prima kepada umatnya atau tidak. Dan hal ini harap “dimaklumi” mengingat kita masih beranggapan bahwa Islam adalah sholat, haji dan zakat. Islam hanya kita temukan di forum pengajian, masjid dan instansi-instansi Islam. Ironis bukan?, tapi itulah realita.

Sebagai upaya untuk meminimalisir “anggapan tanpa dasar” itu, kita akan mencoba mengupas secara singkat tentang konsep pelayanan prima dalam perspektif Islam. Akan tetapi sebelum lebih jauh kita membahas konsep pelayanan prima, terlebih dahulu kita harus mengetahui bahwa Allah menciptakan 2 model hubungan (interaksi) didunia ini. Pertama : Hubungan (interaksi) manusia dengan tuhannya (disebut dengan Ibadah). Kedua : Hubungan (interaksi) manusia dengan sesama (disebut Muamalah). Pada kesempatan kali ini kita hanya akan membahas model hubungan yang kedua yaitu interaksi manusia dengan sesama.

Interaksi antar sesama manusia mempunyai 2 nilai built in yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, pertama adalah interaksi itu harus selaras dengan hukum Islam, dan kedua interaksi itu memiliki kandungan nilai-nilai akhlak mulia. Yang dimaksud dengan keselarasan hukum adalah, bahwa setiap interaksi antar sesama manusia “harus” sejalan dengan rule of the game syariat Islam. Sedangkan yang dimaksud dengan kandungan akhlak adalah bahwa semua interaksi yang mendapat legitimasi hukum Islam “pasti” mempunyai nilai-nilai akhlak mulia didalamnya. Sebagai contohnya adalah prosesi jual beli, jika 2 nilai diatas kita terapkan pada ranah jual beli, maka akad jual beli yang kita lakukan harus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam fikih Islam, disamping itu akad ini juga memiliki nilai dan pesan akhlak didalamnya, yaitu menolong dan memudahkan urusan sesama manusia, atau dengan bahasa yang lebih simpel segala bentuk interaksi dalam Islam disamping mempunyai profit oriented juga tidak boleh menafikan social oriented.

Memberikan pelayanan terbaik kepada umat manusia adalah pekerjaan yang sangat mulia dan merupakan pintu kebaikan bagi siapa saja yang mau melakukannya. Dan sekarang tiba saatnya bagi kita untuk menelaah “sebagian kecil” ayat al-Qur’an dan hadits-hadits yang mendorong umat manusia untuk memberikan pelayanan terbaik kepada sesama. Akan tetapi sebelum berbicara lebih jauh Islam meletakkan batasan yang difirmankan oleh Allah dalam salah satu ayat yang berbunyi : “…dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. al-Maidah : 2).

Melalui ayat diatas Allah memerintahkan kepada kita untuk saling menolong didalam koridor “mengerjakan kebajikan dan takwa” dan Allah melarang sebaliknya. Jika kita melanggar ketentuan Allah maka hukuman akan diberikan dan “Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. Jadi interaksi itu boleh dilakukan kapanpun dan dengan siapapun selama tidak melanggar batasan diatas.

Dalam salah satu haditsnya rasulullah SAW memerintahkan kepada kita agar berusaha untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama, bahkan beliau menjadikan “bermanfaat bagi sesama” sebagai parameter baik tidaknya kualitas iman seseorang. Hal ini beliau sampaikan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan sahabat Jabir bin Abdillah :

(( خير الناس أنفعهم للناس ))

“Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya”.

Dalam kitab Sohih Muslim sahabat Abu Hurairah RA meriwayatkan sebuah hadits yang berbunyi : “Barang siapa menghilangkan (memberikan solusi) kesukaran seorang mukmin didunia maka kelak Allah akan menghilangkan kesukarannya dihari kiamat. Barang siapa yang memberikan kemudahan bagi orang yang sedang mengalami kesulitan, maka Allah akan memudahkan urusan duniawi dan akhiratnya. Dan barang siapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutupi (keburukannya) didunia dan akhirat, dan Allah akan senantiasa membantu hamba-Nya selama dia mau membantu saudaranya.”

Hadits ini menjelaskan kepada kita tentang keutamaan yang didapatkan seseorang jika dia mau memberikan bantuan dan pelayan kepada sesama demi untuk memenuhi kebutuhan mereka. Baik pertolongan dalam bidang materi, berbagi ilmu, bahu membahu mengerjakan sesuatu, memberikan nasehat dan masih banyak lagi. Dan yang juga perlu kita tegaskan disini bahwa hadits ini melarang kita untuk mengumbar “aurat (kejelekan)” orang lain, karena konsekwensi mengumbar “aurat” orang lain adalah Allah akan membuka “aurat” kita dihadapan makhluknya.

Hadits berikutnya adalah tentang standar layanan yang “harus” diberikan kepada sesama. Beliau Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik RA :

(( لا يُؤمِنُ أحدُكم حتى يُحِبَّ لأخيه ما يُحِبُّ لنَفْسِه ))

“Tidak sempurna iman seseorang sampai dia mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri”. (HR. Bukhori). Inti hadits ini adalah “Perlakukan saudara anda seperti anda memperlakukan diri anda sendiri”. Kita pasti ingin diperlakukan dengan baik, kita pasti ingin dilayani dengan baik, kita pasti ingin dilayani dengan cepat, maka aplikasikan keinginan anda tersebut ketika anda melayani orang lain.

Hadits berikutnya adalah tentang pentingnya tersenyum. Senyum menjadi sambutan yang paling hangat dibandingkan apapun, bahkan tak jarang senyum menjadikan interaksi lebih akrab. Rasulullah SAW mengajarkan hal ini kepada kita dalam salah satu hadits yang diriwayatkan sahabat Abu Dzar al-Ghifari :

(( تبسمك في وجه أخيك صدقة ))

“Tersenyum dihadapan saudaramu adalah sedekah”.

Kesimpulannya adalah jika kita mau menelaah lebih jauh ajaran Islam kita akan banyak banyak sekali nilai-nilai interaksi sosial yang saat ini sedang digalakkan diberbagai instansi pemerintahan maupun swasta. Hal ini bukan merupakan sesuatu yang sulit untuk diterapkan, yang dibutuhkan adalah rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya agar nilai-nilai interaksi sosial itu bisa diterapkan secara menyeluruh. Jika agama kita mempunyai produk lengkap, kenapa kita musti meng-impor produk buatan orang lain?. Penting kita ketahui bahwa :

“Berbuat baiklah engkau (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu”. (QS. al-Qashas : 77).

Jadi kesimpulannya adalah “jika” seandainya umat Islam mau menerapkan ajaran-ajaran diatas, maka bisa dipastikan bahwa umat Islam adalah umat yang paling menjunjung tinggi profesionalisme kerja dan pelayanan prima. Lalu seperti apa realitanya?, anda sendiri yang bisa menilai.

Leave a comment